Mamuju Tengah - Gerakan Eleman Mahasiswa Pemuda Intelektual (GEMPI) menggelar Unjuk Rasa (Unras) di tugu Benteng Kayu Mangiwang (BKM) jalan Jendral Sudirman (trans Sulawesi) Kecamatan Tobadak Kabupaten Mamuju Tengah (Mateng), Selasa (17/5/2022).
Setelah melakukan orasi di depan Tugu BKM, GEMPI kemudian menuju Kantor Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Mateng untuk menyampaikan aspirasinya.
Baca juga:
Tony Rosyid: Anies Menguat, Semua Merapat
|
“Pelarangan ekspor bukan solusi yang tepat dimana harga TBS jatuh, harga minyak goreng tak kunjung berubah, ” kata Alwi Jayadi DN dalam orasinya.
Dia juga meminta DPRD untuk menyampaikan ke publik hasil RDP dan hasil sidak ke PKS yang dilakukan oleh DPRD Mateng.
Dalam tuntutannya, GEMPI meminta kepada pemerintah untuk segera menormalisasi harga beli TBS kelapa sawit.
Meminta pemerintah untuk segera menindaklanjuti perusahaan yang diduga memainkan harga secara sepihak.
Mengecam pemerintah untuk segera mencabut Perpres larangan ekspor bahan baku minyak goreng, karena dianggap bukan sebagai solusi yang tepat.
Mendesak DPRD Kabupaten Mamuju Tengah untuk menyampaikan di publik hasil sidak di beberapa perusahaan.
Usai orasi, GEMPI diterima oleh Ketua DPRD Mateng, H. Arsal Aras didampingi Wakil Ketua 1 DPRD Mateng, Herman, Ketua Komisi 3, Hamka dan anggota DPRD.
Menanggapi hal itu, Arsal mengapresiasi kedatangan GEMPI yang peduli terhadap kondisi petani sawit saat ini.
“Kami mengapresiasi atas kehadiran adik-adik yang datang ke DPRD untuk menyampaikan tuntutannya, karena dengan dasar ini kami akan membuat surat untuk disampaikan ke pemerintah pusat, ” ucap H. Arsal.
Mencermati 4 poin tuntutan massa aksi, Arsal menyampaikan, sebelum lebaran kemarin ada larangan pemerintah yang tidak memperbolehkan ekspor CPO dan turunannya.
Sejak itulah harga kisaran Rp 3000 per kilo, sekarang berada dikisaran Rp 1.500 per kilo.“Dari hal itu, DPRD Mateng menggelar RDP dengan 4 PKS yang ada di Mateng, hasilnya bahwa PKS menurunkan harga disebabkan karena harga domestik CPO mengalami perubahan harga, contohnya ketika diekspor 18.000 tapi ketika keran ekspor ditutup bisa jadi harga jual CPO itu menjadi 7000-9000.
Bahkan CPO sekarang ini tidak dapat ditampung oleh PKS. Kebijakan ini sangat merugikan petani sawit, bahkan kalau sampai satu bulan kedepan larangan ekspor belum dicabut, maka bisa saja PKS di Mateng tutup karena tidak mampu menampung CPO, ” ujarnya.
Lanjutnya, ini terjadi di seluruh Indonesia bukan cuma di Mateng, ketika kebijakan larangan ekspor CPO faktanya harga minyak goreng dilapangan juga masih tinggi. Tidak begitu berpengaruh terhadap kebijakan pemerintah terkait larangan ekspor CPO.
“Kami DPRD Kabupaten Mamuju tengah akan menyurat kepada pemerintah tentang larangan Ekspor CPO ini agar dicabut sehingga harga TBS petani kembali normal, ” ungkapnya.